Rasa Tak Sesuai Dengan Nama Besarnya!!
Awalnya, si Buncit merasa malu dengan resensi ini. Soalnya, selama kerja di salah satu perusahaan media terbesar Indonesia di kawasan Kebon Sirih, Buncit tak pernah sekali pun menyambangi warung Nasi Goreng Kambing Kebon Sirih yang terkenal itu. Bayangkan saja, selama 4 tahun kerja, Buncit belum pernah merasakan nasi goreng kambing yang kata orang enak banget itu! Apa kata dunia?! Atau lebih tepatnya, Apa kata Gayus?!
Rasa malu bercampur dengan penasaran yang tinggi itulah yang kemudian mendorong Bakpao-Buncit menyambangi warung yang didirikan oleh (alm) H. Nein pada tahun 1958 ini. Ternyata, letaknya itu tidak jauh, lho. Sepertinya, jarak kantor dengan warung itu nggak sampai 1 KM deh.
Duo Bakpao-Buncit agak sedikit kebingungan saat mencari letak warung Nasi Goreng Kambing Kebon Sirih ini (harap maklum, belum pernah sih.. Hihihi..). Setelah mengambil jalan memutar melewati Jalan Sabang (niatnya supaya nggak kelewatan), ada banyak mobil yang terparkir sisi kanan pinggir jalan. Wah, pikiran Bakpao-Buncit pun langsung melayang ke langit ke tujuh.
Berdasarkan pengalaman berwisata kuliner, warung makan yang tempat parkirnya biasa dipenuhi dengan kendaraan, maka bisa dipastikan rasa hidangannya super lezat. Berdasarkan pengalaman itulah, Bakpao-Buncit merasa yakin dengan rasa nasi goreng kambing yang akan disuguhkan pada malam itu.
Mata Bakpao-Buncit langsung terbelalak, saat melihat proses pembuatan nasi goreng. Pasalnya, 2 buah penggorengan berukuran besar telah terisi penuh dengan nasi goreng. Sang koki sedang menggoreng nasi dalam jumlah banyak sekaligus. Wow, benar-benar dahsyat nih warung. Saking banyaknya pengunjung, si pengelola warung langsung membuat nasi goreng dalam jumlah yang banyak. Jadi, ia nggak perlu repot lagi menggoreng tiap kali ada yang memesan. Itu salah satu hal yang membuat Bakpao-Buncit terkagum.
Selain itu, meja panjang yang disediakan ternyata tak cukup untuk menyambut pelanggan yang silih berganti datang. Tak heran, Hadi (penerus kedua pemilik warung) menyediakan beberapa meja dan kursi plastik tepat di pinggir jalan, tanpa dilindungi dengan tenda. Sialnya, pas malam Bakpao-Buncit makan, cuaca sedang tidak bersahabat alias hujan. Jadi, para pelanggan yang duduk di kursi plastik itu berbondong-bondong pindah ke meja panjang di dalam tenda. Wah, banyaknya pelanggan di warung Nasi Goreng Kambing Kebon Sirih ini semakin membuat Bakpao-Buncit merasa optimis dengan rasa yang dihidangkan.
Setelah memilih tempat duduk yang masih kosong, Bakpao-Buncit akhirnya memesan 1 porsi nasi goreng kambing (tentunya ini untuk si Buncit dong, pecinta daging kambing sejati!!), 1 porsi nasi goreng ayam (untuk si Bakpao, tentu saja daging ayamnya tetap dimakan si Buncit..hahaha..), 2 gelas teh manis hangat, dan tambahan 1 bungkus kerupuk kulit.
Merasa takut lama menunggu, Buncit pun mencabut 1 batang rokok Marlboro Black Menthol untuk membunuh rasa bosan sambil mengobrol dengan Bakpao. Eits, tak lupa check in foursquare di BB barunya (haiyaaah, nggak penting banget pamer gadget di blog kuliner..hahahaha..). Ternyata, dugaan Buncit salah. Nggak sampai 10 menit, dua piring berisi nasi goreng sudah diantar oleh si pelayan.
Wow, cepat sekali jadinya. Ya mungkin karena si koki sudah menggoreng nasi dalam jumlah yang banyak. Jadi, sudah ada stok nasi goreng yang bisa disajikan. Dalam hal penampilan, nasi goreng Kebon Sirih memang cukup menggiurkan. Gumpalan daging kambing terlihat sangat mencolok. Apalagi, potongan dagingnya itu cukup besar, lho. Berbeda halnya dengan nasi goreng ayam pesanan si Bakpao, irisan ayam sangat sulit ditemui. Selain irisannya kecil-kecil, jumlah irisan ayam itu pun nggak sebanyak potongan daging kambing pada nasi goreng kambing pesanan si Buncit.
Detik-detik menebarkan pun mulai terasa saat sendok hendak mencuri nasi goreng dari atas piring. Mulut langsung menganga siap menyambut nasi goreng curian si sendok dari piring. Sesampainya di dalam mulut dan bertemu dengan lidah... Apaaaaaaaaa?!!! Otak si Buncit langsung mengirimkan perintah ke mulut untuk bersuara mengomentari rasa nasi goreng ini. “Kok rasanya standar sih?!” ucap si Buncit dengan muka datar.
Bak gayung bersambut, komentar ini pun diiyakan oleh Bakpao setelah ikut merasakan nasi goreng pesanannya. “Iya, rasanya biasa saja, hampir mirip dengan rasa nasi kebuli,” timpal si Bakpao yang pipinya terlihat lebih tembem ketimbang 2,5 tahun lalu saat kali pertama berjumpa (Ya elah, curhat segala ini..hihihi).
Rasa Nasi Goreng Kambing Kebon Sirih ini memang berbeda ketimbang nasi goreng biasa lainnya. Rasanya memang hampir mirip dengan nasi kebuli asal gurun Sahara. “Kayak ada rempah-rempah yang ditambahin,” ujar si Bakpao yang berlagak seperti chef Farah Quinn ini. Kok rasa nasi goreng begini, ya lebih baik makan nasi kebuli aja sekalian. Duo Bakpao-Buncit pun mendeklarasikan dekrit kuliner tentang Nasi Goreng Kambing Kebon Sirih, yang memiliki rasa STD alias STANDAAAARR..!!
Ada lagi kekurangan lainnya. Karena si koki sudah menggoreng nasi dalam jumlah yang banyak dan dijadikan stok, maka nasi goreng yang dihidangkan kepada Bakpao-Buncit sudah tidak panas lagi. Lah, kok nasi goreng nggak panas?! Ya nggak enak atuh. Nasi goreng kambingnya cuma hangat-hangat kuku (hah, kayak air mandi buat anak bayi aja nih..). Apalagi, kita nggak bisa memesan rasa nasi goreng yang pedas. Lah, wong semua rasanya sama. Kan, digoreng di dalam satu penggorengan raksasa (ukurannya yang besar bahkan bisa dinaiki oleh 2 anak balita loh).
Satu hal positif yang bisa diambil dari nasi goreng ini adalah, daging kambingnya yang memang tidak berbau. Soal ini, warung Nasi Goreng Kambing Kebon Sirih dapat jempol deh.
Saat menghabiskan nasi goreng pesanan, satu pasangan yang duduknya di depan Bakpao-Buncit baru saja selesai makan. Keduanya hendak membayar makanan yang sudah mereka pesan. “Berapa semuanya, mas?” tanya si lelaki yang kelihatannya akan membayar pesanannya tersebut (ternyata, duitnya dikeluarkan dari dompet ceweknya hahaha...). Tepat di depan mereka, dua piring nasi goreng, 1 botol air mineral, dan 1 gelas teh sudah terlihat kosong. Setelah mengecek semua pesanannya, si pelayan dengan santainya menjawab, “Semuanya jadi Rp 56 ribu”.
Waduuuuh, mahal amat ya. Padahal, pasangan ini nggak memesan tambahan lain, lho. Wah, si Buncit pun langsung merasa was-was dengan harga yang nantinya akan dibayar. Apalagi, dengan rasa yang tidak memuaskan.
Rasa lapar mengalahkan segalanya. Meski rasa nggak sesuai dengan harapan, perut si Buncit yang sudah berdendang, tak peduli. Sepiring nasi goreng yang porsinya nggak terlalu banyak, langsung saja dihabiskan. Selesai makan, Bakpao-Buncit berniat untuk membayar. Ternyata, semua pesanannya menghabiskan uang Rp 46 ribu. Kecewanya lagi, harga nasi goreng ayam dan nasi goreng kambing itu sama harganya yaitu Rp 20 ribu. Lah, di mana-mana harga nasi goreng ayam lebih murah daripada nasi goreng kambing! Kok ini harganya sama?! Sungguh mengecewakan!!! Huh.. Rasa standar tapi mahalnya minta ampun!!
Sebenarnya warung ini juga menyediakan menu sate kambing, sop kambing, dan sate ayam. Duo Bakpao-Buncit sudah kadung kecewa dengan rasa nasi gorengnya, jadi menu lainnya tidak bakalan dicicipi di kemudian hari. Satu ekspresi setelah makan di Nasi Goreng Kambing Kebon Sirih adalah; Hadeeeeehh.... (sambil mengelus-elus dada berusaha untuk sabar!! hehehe)
Buncit Recommendation
nasi goreng kambing cobain di karet pedurenan...belakang gedung antv...
BalasHapusmasuk dari kuningan lewatin gedung antv dikit...dia ada di sebelah kanan...kios memanjang nempel ke tembok seberang masjid...
nasi goreng kambing kebon sirih ga ada apa2nya....